Lutfian Ubaidillah, S.H., M.H.: RUU KUHAP Baru Terkesan Ada Pengkebirian Kepada Salah Satu APH*

*Lutfian Ubaidillah, S.H., M.H.: RUU KUHAP Baru Terkesan Ada Pengkebirian Kepada Salah Satu APH*
Menaranews.online”Jember, 6 Februari 2025
Wacana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kembali menuai kritik dari kalangan akademisi dan praktisi hukum. Dalam diskusi yang digelar di Studio IJTI Jl. Dewi Sartika, Kaliwates, Kamis (6/2), Lutfian Ubaidillah, S.H., M.H., Pengurus DPC Peradi Jember, mengkritisi rancangan undang-undang ini yang dinilai masih memiliki banyak kekurangan dan terkesan mengurangi kewenangan salah satu Aparat Penegak Hukum (APH).
“Perubahan undang-undang harus dilakukan dengan pertimbangan matang agar menjadi solusi, bukan malah menimbulkan masalah baru. KUHAP yang baru seharusnya menutupi kekurangan dari KUHAP lama, bukan merombak total tanpa memperhatikan norma dan kondisi empirik,” tegasnya.
Salah satu kritik utamanya adalah terkait penghapusan tahap awal penyelidikan. Menurutnya, daripada menghilangkan penyelidikan, lebih baik dilakukan pembenahan terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di tahap pertama agar lebih efektif. “Hanya perlu adanya limitasi waktu dalam proses penyelidikan, bukan menghilangkannya sepenuhnya. Asas praduga tak bersalah juga perlu tetap menjadi pertimbangan utama, sementara RUU KUHAP yang baru justru hanya bertolak ukur pada peralihan kewenangan,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti kecepatan dalam pengesahan RUU KUHAP yang dinilai tergesa-gesa. “KUHP yang baru akan mulai diberlakukan pada tahun 2026, sementara KUHAP direncanakan disahkan pada tahun 2025. Seharusnya ada sinkronisasi yang lebih matang agar tidak menimbulkan benturan dalam implementasinya,” tambahnya.
Lutfian Ubaidillah juga menyoroti adanya pasal yang dinilai mengebiri salah satu instansi dalam sistem peradilan pidana. Menurutnya, sistem peradilan yang terintegrasi harus diperkuat, bukan justru dikurangi kewenangannya. “Lebih baik memperbaiki sistem protokol yang lebih bagus, meningkatkan kualitas SDM, serta menegaskan limitasi waktu dalam prosedur hukum dibanding memangkas kewenangan lembaga tertentu,” jelasnya.
Sebagai penutup, Lutfian Ubaidillah menegaskan, revisi KUHAP sebaiknya tetap mempertahankan sistem penyelidikan yang terpadu dengan tahapan yang hampir sama dengan KUHAP lama, namun dengan perbaikan yang diperlukan tanpa memangkas kewenangan instansi terkait. “Jangan sampai kita mengubah sesuatu yang sudah ada tanpa perhitungan matang, karena ini menyangkut kepentingan hukum dan keadilan masyarakat,” pungkasnya.
Dalam diskusi ini, turut hadir sebagai narasumber Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag, S.H., M.Fil.I, CLA, CWC (Guru Besar UIN KHAS Jember, Pengurus Pusat APHTN-HAN) dan Ahmad Suryono, S.H., M.H. (Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jember). Keduanya juga memberikan pandangan kritis terhadap RUU KUHAP yang masih memerlukan banyak perbaikan.
(mn*)