Meminang Jimat Muslimat NU
Meminang Jimat Muslimat NU
Oleh Moch Eksan
Jember Menaranews.online“Almaghfurlah KH A Muchith Muzadi menyebut KH Abdurrahman Wahid sebagai jimat Nahdlatul Ulama (NU). Istilah ini terkait dengan pinangan Prof Dr HM Amien Rais MA dari Poros Tengah kepada para kiai khos untuk menginjinkan Gus Dur menjadi calon presiden melawan Megawati Soekarnoputri dan Baharuddin Jusuf Habibie.
Poros Tengah adalah koalisi partai-partai berbasis Islam yang mengusulkan Gus Dur sebagai calon alternatif presiden di antara Mega dari PDIP dan BJ Habibie dari Golkar. Koalisi ini terdiri dari PKB, PAN, PPP dan PBB.
Koalisi ini berhasil mengajak Golkar setelah laporan pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie ditolak MPR. Sehingga, Gus Dur dapat mengalahkan Mega pada Sidang Umum MPR, tanggal 20 Oktober 1999 dengan suara 373 lawan 313.
Embah Muchith menyebut Gus Dur jimat NU agar Pak Amien dan the gang benar-benar serius, dan tak menjadikannya sebagai kelinci percobaan dalam proses kandidasi presiden pasca Soeharto dan BJ Habibie. Mengingat posisi Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU yang masih trah biru dari muassis jam’iyyah Islamiyyah terbesar di dunia.
Istilah jimat NU, saya gunakan kembali untuk menyebut Dra Hj Khofifah Indar Parawansa sebagai tokoh yang banyak digadang-gadang oleh publik untuk bersanding dengan Prabowo Subianto dan Anies Rasyid Baswedan. Khofifah adalah figur cawapres potensial yang menjadi king maker dari kemenangan Pilpres 2024.
Khofifah adalah Ketua Umum Muslimat NU yang memimpin selama 4 periode. Dari 6 Ketua Umum PP Muslimat, ia pimpinan terlama dalam sejarah Banom perempuan NU ini. Antara lain: Nyai Chodijah Dahlan, (1946-1947), Nyai Yasin (1947-1950), Nyai Hj Mahmudah Mawardi (1950-1979), Hj Asmah Syahruni (1979-1995), Hj Aisyah Hamid Baidlawi (1995-2000), Hj Khofifah Indar Parawansa (2000- sekarang).
Dari 6 pucuk pimpinan muslimat NU di atas, Khofifah telah mengendalikan gerak organisasi selama lebih dari 23 tahun. Dan menariknya, ia tokoh perempuan NU yang paling paripurna dalam konfigurasi peran di pemerintahan.
Dalam buku Khofifah Indar Parawansa, Perempuan Tangguh yang Inspiratif, Anom Whani Wicaksono, menyebut pengalamannya sebagai anggota DPR RI dari PPP (1992-1999), Wakil Ketua DPR (1-28 Oktober 1999) dan anggota DPR dari PKB (2004-2009), Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (1999-2001), Menteri Sosial (2014-2018), dan Gubernur Jawa Timur (2019-2024).
Pengalaman Khofifah di parlemen, kementerian pemberdayaan perempuan dan sosial dan pemerintah propinsi, telah mematangkannya sebagai aktivis perempuan, politisi ulung serta birokrat tangguh. Surya Paloh memuji keberhasilannya memimpin Jawa Timur dalam menurunkan angka kemiskinan. Pada saat bersamaan daerah lain gagal menurunkannya.
Ketua Umum PBNU, Dr KH Yahya Cholil Staquf menyebut Khofifah sebagai tokoh NU yang punya kemampuan tehnokratis yang terbaik. Belum ada tokoh NU yang paling tehnokratik dari gubernur Jawa Timur perempuan pertama ini. Ia dibutuhkan NU untuk mengajarkan kemampuan teknokratis dalam mengelola organisasi peninggalan para Masyayikh NU ini.
Dengan demikian, tak berlebihan bila Khofifah disebut jimat muslimat NU yang punya sumbangsih besar dalam membangun Islam, NU dan Keindonesiaan. Tiga tema besar tersebut satu tarikan nafas yang menjadi nafas peran, kiprah dan perjuangan Khofifah selama ini.
Bahkan, pandangan Islam tradisional Khofifah telah mengukuhkan NU, perempuan dan Indonesia pada konstalasi politik gagasan dalam maupun luar negeri. Ia sangat layak dan pantas menjadi jimat muslimat NU yang diharapkan melindungi dan menjadi tuah untuk keselamatan NU, perempuan dan Indonesia.
Barangtentu sebagai jimat, Khofifah dapat menjadi sumber kesaktian elektoral yang didambakan oleh capres yang ingin mendulang suara basis suara NU. Khususnya Jawa Timur yang battle ground (medan pertempuran) dari kandidat presiden dan partai pengusungnya.
Apalagi, Khofifah punya rekam jejak elektoral yang jelas secara matematis dan statistik. Tiga kali Pilgub, ia mengantongi suara jutaan suara pemilih Jawa Timur. Pilgub 2008, ia memperoleh 7,6 juta lebih (49,89 persen). Pilgub 2013 6,5 juta lebih (37,62 persen). Dan, Pilgub 2018 mendapat suara 10,4 juta lebih (53,55 persen).
Kendatipun Khofifah di berbagai lembaga survei tak diunggulkan sebagai cawapres yang memiliki elektabilitas teratas, saya tetap menjagokannya. Apalagi berpasangan dengan Anies. Pasangan AK (Anies-Khofifah) akan seperti AK-47 yang menjadi senjata ampuh untuk menaklukan hati pemilih Indonesia. Sebuah senapan yang paling banyak digunakan lantaran memang dirancang untuk pertahanan, murah dan mudah dirawat, serta menjadi basis produksi senjata yang lain.
*Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute dan Penulis Buku Kiai Kelana, Biografi Kiai Muchith Muzadi (LKiS Yogyakarta, 2000).
(Mn-eksan)