News

Menjadi Nara Sumber Bank Indonesia, Guru Besar UIN KHAS Jember Ungkap Manfaat Wakaf Produktif di Pesantren

Rencanakan Perjalanan Suci Anda bersama kami!

Menjadi Nara Sumber Bank Indonesia, Guru Besar UIN KHAS Jember Ungkap Manfaat Wakaf Produktif di Pesantren

Menaranews.online”Direktur Lembaga Zakat dan Wakaf Darul Hikam, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC mengatakan bahwa wakaf memiliki sejumlah manfaat. Diantaranya wakaf mampu menyejahterakan umat Islam.

“Di pesantren, bahwa wakaf selain bisa membantu menyejahterakan umat, juga dapat membantu anak-anak muda kita untuk belajar dan praktik berwakaf secara langsung. Tidak hanya itu, wakaf juga bisa menopang kebutuhan keuangan lembaga pesantren atau Yayasan,” ujar Prof. KH. M Noor Harisudin dalam acara Capacity Building Pondok Pesantren Binaan dan Nadzir di Wilayah Kerja KPwBI Jember oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jember 19-20 Maret 2025 di Hotel Kokoon Banyuwangi.

Prof. Haris yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember itu menuturkan perbedaan antara wakaf dengan zakat. Menurut Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur ini, wakaf dapat menjadi aset dan bersifat produktif, sementara zakat sifatnya konsumtif.

“Harta wakaf yang kita peroleh nantinya menjadi aset yang harus kita jaga nilainya sembari digunakan manfaatnya, sedangkan harta zakat, ya dikasihkan semua,” jelas Prof. Haris yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember.

Seperti wakaf tanah, lanjut Prof. Haris, di mana wujudnya tetap dan menjadi aset, namun bisa kita ambil manfaatnya dengan digunakan untuk pembangunan masjid, rumah sakit, madrasah atau sekolah dan hal bermanfaat lainnya. Sedangkan harta zakat, ya harus dikasihkan semua harta zakat tersebut kepada mustahik.

Menurut Prof. Haris, hadirnya sejumlah regulasi wakaf yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, merupakan bentuk pembaharuan hukum Islam dalam bidang Wakaf. Salah satunya dengan menambahkan Nazhir sebagai rukun wakaf.

“Dalam kitab-kitab klasik, semisal Fathul Mu’in disebutkan bahwa rukun wakaf ada empat hal, yakni wakif (orang yang berwakaf), mauquf (benda yang diwakafkan), mauquf alaih (orang yang menerima manfaat, dan shighat (ikrar atau lafadz). Sedangkan dalam Undang-Undang Wakaf, rukun wakaf ditambah nazhir (pengelola wakaf),” ujar Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.

Dirinya juga memberikan sejumlah catatan penting tentang praktik wakaf di Indonesia. Salah satunya rendahnya literasi wakaf di masyarakat dan minimnya peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan mutu kelembagaan organisasi wakaf.

“Lembaga wakaf juga membutuhkan trust untuk survive di tengah masyarakat selain jangkauan donatur yang luas. Selain itu, lembaga wakaf harus bekerja secara profesional dan amanah dalam mengelola dan mengembangkan dana wakaf,” pungkas Prof. M. Noor Harisudin yang juga Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember periode 2019-2023.

(Mn-M. Irwan Zamroni Ali, Wildan Rofikil Anwar)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button