Panja Perguruan Tinggi komisi X DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Kota Pelajar, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakart
Panja Perguruan Tinggi komisi X DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Kota Pelajar, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakart
Yogyakarta MENARANEWS.ONLINE” Ikhtiar untuk mengurai dan mendalami problematika yang melingkupi dunia Perguruan Tinggi menjadi kebutuhan mendesak.
Ranah Pendidikan khususnya Perguruan Tinggi harusnya berada di garda terdepan dalam membangun mental, karakter serta integritas yang kokoh. Karena pendidikan menjadi salah satu indikator dan “kiblat” dalam membangun peradaban serta berperan sebagai benteng kebudayaan.
Namun kenyataannya justru berbanding terbalik dengan harapan serta cita-cita mulia para pendiri bangsa.
Pendidikan Tinggi kembali “tercoreng” dengan kasus rasuah yang terjadi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Lampung, terkait seleksi penerimaan mahasiswa melalui jalur mandiri.
Sudah menjadi rahasia umum tes seleksi jalur mandiri membuka ruang dan celah untuk “bermain” sehingga terjadi mal-administrasi dan korupsi oleh oknum-oknum di universitas. Padahal jalur mandiri dimaksudkan untuk mengakomodir pengembangan SDM putra/i daerah setempat serta memberikan ruang untuk keragaman.
Menyikapi problematika tersebut, Panja Perguruan Tinggi komisi X DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Kota Pelajar, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jum’at-Minggu (16-18/9/2022).
“Kunker Spesifik ini dimaksudkan untuk menggali masukan dan aspirasi yang berkembang dari stakeholder pendidikan, khususnya dengan para rektor dan ketua sekolah tinggi swasta ” Ungkap H. Muhamad Nur Purnamasidi.
Dalam tanggapannya, politisi Senayan Fraksi Partai Golkar dari Dapil Jawa Timur IV Jember Lumajang ini menilai peranan serta kontribusi signifikan Perguruan Tinggi swasta yang dikelola masyarakat dalam turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa belum mendapatkan apresiasi secara proporsional. Relatif belum optimal kehadiran negara untuk mendukung, utamanya dalam segi pendanaan.
“Terkesan terdapat dikotomi Vis a Vis secara diametral, serta perbedaan perlakuan diskriminatif antara PTN dengan PTS.” Tegas Bang Pur sapaan akrabnya.
Dengan adanya PTN BH diharapkan menjadi pintu masuk, memberikan peluang/akses yang sama bagi PTS mendapatkan porsi pendanaan dari alokasi 20 % APBN fungsi pendidikan sebagaimana mandatori UUD NRI 1945.
“Menjadi penting bagi pemerintah membuat kebijakan yang adil dengan mengatur skema block grand biaya operasional PTS. ” Imbuhnya.
Terkait dengan Perpajakan untuk Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi, Bang Pur yang juga fungsionaris DPP Ormas MKGR ini sependapat untuk di revisi.
“Penyelenggara lembaga pendidikan tinggi tentunya tidak profit oriented, tidak untuk tujuan komersialisasi. Kalaupun ada, porsinya relatif kecil. Karenanya diperlukan revisi regulasi berupa pembebasan pengenaan PPN untuk pembelian barang dan jasa bagi Perguruan Tinggi, terutama pengadaan sarana prasarana, penelitian serta dana hibah untuk penelitian yang diperoleh dosen.” Pungkas legislator alumni Fisip Universitas Jember.
Dalam kunker tersebut muncul aspirasi agar merevisi regulasi terkait berbagai kebijakan yang dinilai menghambat kemajuan Pendidikan Tinggi. Diantarnya Peraturan BAN PT No.1 Tahun 2022, Lembaga Akreditasi Mandiri dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 tahun 2022 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
(MN-ALY)