*SIASAT CERDIK DURYUDANA*
Budaya Menaranews.online”Sorak sorai membahana dari panggung kehormatan ketika Yudistira mempertujukkan permainan tombak yang cukup tangkas dan mengundang decak kagum para bangsawan istana Hastinapura.
Mereka tidak mengira Yudistira yg terlihat kalem dan lemah lembut itu dapat memainkan keahliannya bermain tombak yg begitu kuat dan tangguh.
Tepuk tangan meriah berikutnya sambung menyambung ketika
Nakula dan Sadewa menunjukkan kepiawaiannya dalam olah permainan pedang.
Putaran pedang Nakula dan Sadewa itu nampak bagaikan benteng besi yg melindungi tubuhnya, yang bakalan tidak bisa ditembus oleh senjata lawan.
Guru Drona dan Bisma yang Agung nampak puas dengan kompetisi adu ketangkasan yg diselenggarakan di alun-alun depan istana Hastinapura itu.
Yaa hari itu di alun-alun istana, sedang dilakukan Kompetisi adu ketangkasan diantara murid2 hasil penggemblengan Guru Drona.
Semacam eksibisi adu ketangkasan setelah mereka menjalani olah kanuragan dan olah keprajuritan dibawah bimbingan dan binaan Guru Drona.
Prabu Destrarastra yg tidak bisa melihat
langsung kemampuan para putranya (kurawa) ,wajahnya juga nampak ceria menerima bisikan Widura tentang gambaran kemampuan para putranya .
“Sebentar lagi, akan dilakukan eksibisi adu ketangkasan antara Duryudana dan Bima, kanda Prabu”. Bisik Widura.
Destrarastra penuh harapan untuk melihat Duryudana menjadi pemenang dalam kompetisi itu.
Diantara 100 orang putranya itu, Duryudana memang mempunyai semangat dan tenaga yg besar dan kecerdikan lebih dari yg lain.
Beberapa lama memasuki gelanggang, Duryudana telah mengerahkan sebagian besar tenaganya, namun ia merasa tenaga Bima begitu besar, setara kekuatan 100 ekor gajah. Sejak lama ia ingin menundukkan kemampuan seterunya itu sehingga seolah tak sengaja ia membenturkan gadanya pada bagian tertentu di tubuh Bima.
Guru Drona yg melihat kecurangan itu, memperingatkan, bahwa kompetisi ini hanya eksibisi bukan menentukan kemenangan yg sebenarnya.
Namun dasar Duryudana dan adik2nya selalu memusuhi Pandawa, maka Duryudana selalu saja mengambil kesempatan untuk menyakiti pandawa.
Apalagi dalam kompetisi itu , secara keseluruhan pandawa memiliki kelebihan dari kurawa.
Bahkan dalam keputusan akhirnya Guru Drona menetapkan Arjuna sebagai muridnya terbaik dan ahli panah yg tiada duanya. Guru Drona saking bangganya bahkan menambahkan sebagai ahli panah sedunia untuk Arjuna.
Guru Drona tidak menyadari, kata pujiannya kepada Arjuna itu menimbulkan panas hati pemuda KARNA
yg hadir di arena kompetisi itu.
KARNA muncul di kerumunan orang dan menyatakan ingin menguji kebenaran kata-kata
Guru Drona itu.
Sambil mengangkat busur panahnya, KARNA menantang adu kepandaian memanah dengan arjuna.
Tantangan KARNA itu tentu mengejutkan banyak fihak.
Mereka yg duduk di panggung kehormatan juga memerlukan kejelasan tentang apa yg terjadi.
Sementara kerumunan rakyat menjadi riuh ingin tahu tidak lanjut dari tantangan pemuda itu. Terlebih lagi penampilan pemuda itu hampir mirip dan setampan Arjuna pula.
Lain lagi dengan reaksi Guru Drona, sebagai guru anak keturunan Dinasti Kuru. Sang Guru merasa tertampar dengan tantangan itu. Ia melihat sang pemuda penantang cukup meyakinkan.
” hemm,… kau lagi anak muda.” Sudah ku katakan, bahwa mrid-muridku adalah kaum ksatria,
Kata Drona. Dan kau anak kusir, tidak level menantang
mereka.
Kata kata Drona itu disambung pula oleh Widura , Jaksa Agung Hastinapura yg sudah berada ditempat keributan itu. ” Kau jangan membuat kegaduhan di sini anak muda, kalau memang kau bukan dari golongan kaum ksatria”.
Mendengar pertentangan pendapat itu Duryudana cepat tanggap menilai keadaan. Pemuda itu tampil meyakinkan, dan akan menguntungkan kalau bisa ditarik kefihaknya untuk memperkuat permusuhannya dengan pandawa.
Duryudana tidak mensia-siakan kesempatan itu.
Segera saja ia berkata: ” untuk menjadikan pemuda ini setara dengan kaum ksatriya, akan saya angkat dia menjadi raja di Awangga (Angga).
Bisma yang Agung, segera menyela kata-kata Duryudana.. “Duryudana, kau tidak berhak menjadikan dia raja, karena kau sendiri bukanlah raja.”
Cepat cepat Sengkuni menyanggah pendapat Bisma yang Agung. ” Kalau begitu, bagaimana jika yang mengatakannya adalah Raja” kata Sengkuni.
Prabu Destrarastra memahami kemauan putranya Duryudana dan dukungan kakak iparnya Sengkuni.
” kalau gitu, saya Destrarastra Raja Hastinapura mengangkat KARNA
sebagai Raja di Angga” kata Prabu Hastinapura itu.
Mata Sengkuni yg juling , mengerling ke arah Bisma yg Agung sambil tersenyum sinis.
DUryudana segera mendekati KARNA mengucapkan selamat,yg disambut KARNA dengan rasa hormat dan persahabatan yg dalam.
Sengkuni juga menyalami KARNA dengan kata-kata yg dapat menjujung tinggi harkat dan martabatnya..*Nantikan lanjutan nya.