” Trend Compliance di Aceh: Mengukuhkan Tata Kelola yang Baik di Era Digital*
Oleh Adhifatra Agussalim*
Menaranews.online”Mukaddimah
Bismillahhirrahmanirrahim, Di tengah era globalisasi dan digitalisasi, trend compliance (kepatuhan) semakin mendapat perhatian di berbagai sektor di Aceh khususnya. Baik di lingkup pemerintahan, sektor swasta, maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), compliance bukan lagi sekadar formalitas, tetapi menjadi pilar penting dalam memastikan keberlanjutan usaha, tata kelola yang baik (Good Corporate Governance), lingkungan, sosial dan tata Kelola (Environmental, Social dan Governance), serta bermuara pada tata Kelola, manajemen risiko dan kepatuhan (Governance, Risk and Compliance). Beberapa pilar diatas cukup menarik dibahas, tetapi pada kesempatan kita akan fokus pada Compliance (kepatuhan), dan tren yang terjadi di wilayah Aceh, Allahumma shalli alaa Muhammadin ‘abdika warasulika nabiyyil ummi wa’alaa aalihii wa sallim.
Mengapa Kepatuhan Penting?
Kepatuhan tidak hanya sekadar mematuhi aturan hukum, tetapi juga mencakup tanggung jawab untuk menjalankan praktik bisnis yang etis, transparan, dan berorientasi pada keberlanjutan dan berkesinambungan. Di Aceh, kepatuhan menjadi sorotan karena beberapa alasan,
Pertama, penegakan regulasi yang ketat, pemerintah telah memperkuat regulasi di berbagai sektor, seperti keuangan, kesehatan, dan lingkungan, untuk mencegah penyimpangan. Contohnya, penerapan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang menuntut kepatuhan dalam berbagai aspek perizinan seperti pada implementasi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh dan pengelolaan lingkungan pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kedua, adanya kepercayaan publik, karena dalam dunia bisnis dan pelayanan publik, kepatuhan terhadap regulasi menjadi salah satu cara untuk membangun dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Ketika perusahaan atau institusi mematuhi peraturan, reputasi mereka meningkat.
Ketiga, dikarenakan tuntutan global, di tengah persaingan global, banyak perusahaan Aceh yang berusaha memenuhi standar internasional, seperti ISO 37001 tentang Sistem Manajemen Anti-Penyuapan (SMAP), hal ini menajdi indikator mengarah pada perlunya Compliance pada aspek manjerial dan operasional.
Tren Compliance di Aceh
Pada awalnya sudah ada arah peningkatan kesadaran akan tata kelola yang baik, beberapa perusahaan mulai menyadari bahwa kepatuhan bukan hanya kewajiban, tetapi juga strategi untuk meningkatkan efisiensi operasional. Perusahaan-perusahaan besar seperti BUMN PT. Pupuk Iskandar Muda bahkan sudah menerapkan GRC dilingkungan kerjanya untuk memastikan kepatuhan internal mereka, dan BUMD juga mulai aktif dalam kolaborasi dengan beberapa pemangku kepantingan dalam menerapkan GCG, dan menuju GRC, seperti Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PERUMDA) Tirta Pase Kabupaten Aceh Utara, yang sudah diasesmen dan diberi pengakuan oleh BPKP Perwakilan Aceh.
Proses Digitalisasi Compliance, dengan perkembangan teknologi, sistem compliance kini semakin terintegrasi dengan teknologi digital. Contohnya adalah penggunaan perangkat lunak compliance yang membantu perusahaan memantau kepatuhan secara real-time, seperti sistem e-Audit atau e-GRC (Electronic Governance, Risk, and Compliance).
BUMD/BUMN di Aceh semakin fokus pada Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG), Tren compliance kini meluas ke aspek-aspek keberlanjutan. Perusahaan yang memprioritaskan keberlanjutan dan ESG dianggap lebih unggul dalam memenuhi harapan pemangku kepentingan dan regulasi.
Adanya kolaborasi antar-lembaga, banyak lembaga pemerintah di Indonesia mulai membangun sinergi untuk meningkatkan kepatuhan, seperti kerja sama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan di Aceh terjadi imbas dari kolaborasi Lembaga di pusat.
Tantangan Kepatuhan di Aceh
Meskipun tren compliance terus berkembang, tantangan tetap ada. Beberapa tantangan utama meliputi, Pertama, Ketidaktahuan akan regulasi, banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang masih belum sepenuhnya memahami regulasi yang berlaku, sehingga mereka sering menghadapi kendala kepatuhan.
Kedua, biaya Implementasi, ini juga masih menajdi tantangan, implementasi compliance membutuhkan investasi yang signifikan, baik untuk pelatihan sumber daya manusia (SDM) maupun untuk sistem pendukung teknologi.
Ketiga, masih ada praktik korupsi dan budaya organisasi, di beberapa institusi, budaya kepatuhan masih terganggu oleh praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan lemahnya sistem pengawasan seperti tidak adanya Satuan Pengawasan Intern (SPI) didalam internal perusahaan.
Masa Depan Compliance di Aceh
Melihat perkembangan ini, masa depan compliance di Aceh menunjukkan arah yang positif. Beberapa langkah strategis yang dapat mendorong tren ini meliputi, harus adanya peningkatan edukasi dan kesadaran, pemerintah dan sektor swasta perlu terus mengedukasi masyarakat dan organisasi tentang pentingnya compliance melalui pelatihan, seminar, dan sosialisasi. Selanjutnya fokus pada penerapan teknologi baru dengan memanfaatkan analitik data, proses compliance dapat lebih mudah dikelola, efisien, dan akurat. Selanjutnya perlu penguatan regulasi dan sanksi, dengan adanya penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran akan memberikan efek jera dan mendorong organisasi untuk lebih patuh.
Kesimpulan
Trend compliance di Aceh menunjukkan peningkatan kesadaran akan pentingnya kepatuhan sebagai fondasi tata kelola yang baik. Dalam dunia yang semakin kompleks dan dinamis, perusahaan dan institusi di Aceh perlu memprioritaskan compliance untuk memastikan keberlanjutan usaha, menjaga kepercayaan publik, dan memenuhi tuntutan global.
Dengan sinergi antara teknologi, edukasi, dan penegakan regulasi, Aceh dapat menjadi contoh dalam penerapan compliance yang efektif di Indonesia. Kepatuhan bukan hanya soal mematuhi aturan, tetapi juga tentang membangun masa depan yang berintegritas.
Tepat seperti biasa sebelum diakhiri, menitip 2 pantun, semoga berguna bagi kita semua.
Di Pantai Ulee Lheue senja berlabuh,
Hembus angin membawa tenang.
Kepatuhan perusahaan Aceh semakin teguh,
Tata kelola baik membawa gemilang.
Bunga melati harum semerbak,
Mekar di halaman penuh cahaya.
Perusahaan yang patuh pasti akan tegak,
Menyebar manfaat di bumi Serambi Mekkah raya.
Wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq, billahi fii sabililhaq fastabiqul khairat
Samudera Pase, Aceh Utara, 10 Januari 2025/ 10 Rajab 1446 H.
Biodata Adhifatra Agussalim:
*Adhifatra Agussalim, CIP, CIAPA, CASP, CPAM
Praktisi Internal Auditor dan media, aktif sebagai pemerhati lingkungan hidup, berkiprah sebagai Sekretaris DPW Sekber Wartawan Indonesia (SWI) Provinsi Aceh, telah memiliki Certified Audit SMK3 Professional (CASP), Certified Professional Audit Manager (CPAM), Certified Internal Auditor Professional Advance (CIAPA), Certified Ilmu Philosophy (CIP), Sertifikat Kompetensi UKW Wartawan Muda dan juga tergabung sebagai Member of The Institute of Internal Auditors (IIA) Indonesia, Associate member Institute of Compliance Professional Indonesia (ICOPI), Member of Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA) dan aktif dibeberapa komunitas penulis seperti Rumah Produktif Indonesia (RPI) dan juga Komuniti Penulis Secawan Kopi Selangor Darul Ehsan, Malaysia, serta Bengkel Narasi Dili, Timor Leste.
(Mn-AA)